Perjalanan MengASIhi - Mastitis Oh Mastitis!

Seminggu lagi Hadziq akan berumur 5 bulan, ini artinya sudah 5 bulan dia bersamaku dan 5 bulan pula saya berjuang menyusuinya. Ya, berjuang. Karena untuk diri saya sendiri menyusui bukanlah hal mudah, melainkan hal yang sangat menantang dan penuh dengan drama 😀


Drama Menyusui

Semenjak melahirkan, saya termasuk orang yang tidak mulus-mulus saja dalam menyusui anak saya ini. Perih dan lecet, adalah hal pertama yang saya rasakan karena saat itu saya memiliki flat nipples. Cukup telat bagi saya untuk memijat area tersebut, seharusnya saya melakukannya beberapa minggu sebelum melahirkan agar kulitnya elastis. Belum lagi saya susah dapat nipple cream yang disarankan bidan (Mothercare atau Pigeon). Cari di apotek dan toko perlengkapan bayi dekat rumah ternyata merk Pigeon ini enggak ada...yaaa apa daya sudah terlanjur terlewat, maka saya harus berusaha dengan terus menyusui secara langsung dan mencoba menggunakan spet. Tetapi yang saya dapatkan malah makin perih dan makin lecet. Awalnya sih enggak dirasa-rasa, karena keinginan saya terlalu kuat untuk bonding through breastfeeding. Lama-lama jadi ganggu juga dan setelah berkonsultasi dengan dokter, saya diberikan Kenalog karena aman kalau tertelan (sebenarnya ini obat sariawan sih).

Agak menyesal juga pakai Kenalog, karena enggak mempan buat saya. Mungkin saat itu saya enggak bisa pakainya dan gak tunggu kering. Jadilah kulitnya kecabut dikit dan perih luar biasa. Hufttt.... hampir nyerah untuk menyusui tapi saya tahan-tahan. Kena kain baju aja pengen nangis, apalagi pas menyusui langsung. Saya sampai sesegukan di kamar 😓. Untungnya suami selalu menghibur dan dukung buat tetap menyusui. Jadi saya coba cara-cara lain. Berbagai cara yang orang-orang sarankan:

  • oles pakai ASI langsung sebelum dan sesudah menyusui, diamkan sampai kering baru pakai bra ✔
  • kompres pakai handuk hangat dan dingin ✔
  • kompres pakai daun kubis ✔
  • kompres pakai daun sirih ✔
  • tetap menyusui karena nanti sembuh sendiri ✔
Dari cara-cara itu enggak ada yang berhasil buat saya ❌❌, semuanya saya lakukan tapi yang ada malah tambah parah. Berdarah, bernanah, bengkak, kulit merah, demam... ah ampun deh. Sampai demam dua kali gara-gara ini. Setelah tanya dan googling sana-sini semakin yakin mastitis dan khawatir tambah parah. Nangis sejadi-jadinya... saat itu cuma bisa peluk bayi dan peluk suami. Sementara menyusui dan pompa tetap jalan terus. Untungnya (masih ada untungnya), yang tambah parah cuma satu PD. Yang satu lagi masih normal. Jadi yang kanan disusuin langsung dan yang kiri pompa.



Proses Penyembuhan

Setelah sekitar satu mingguan saya menderita, akhirnya saya ke dokter juga. Dokter anak saya menyarankan saya langsung ke internis saja. Buset... cuma dilihat saja dikasih antibiotiknya banyak banget dan mahal 😒 bener-bener gak sempet dicek lama. Saya jadinya ya enggak puas.. pengen cari opini lain dulu.

Sebelum ditebus saya keingetan lagi nipple cream Mothercare dan Pigeon itu. Masih penasaran bisa ngefek ngobatin luka PD saya atau enggak. Habis itu penasaran pengen ketemu konselor ASI dulu. Tapi konselor yang saya tahu lokasinya jauh-jauh dan sibuk, waktu prakteknya pun pas saya lagi enggak bisa datang. Ehhh saya nemu di website katanya di Borromeus ada klinik laktasi. Langsung lah saya ke sana sebelum menebus obat dari dokter internis itu.

Pas sampai Borromeus saya tidak menemukan dokter yang menangani laktasinya, katanya cuti. Alih-alih saya disuruh breastcare saja. Yaudah lah ya udah jauh-jauh ke Dago pula saya jabanin. Alhamdulillah luar biasa ya rasanya breastcare, bukan ala-ala kayak yang udah saya pelajari untuk dilakukan di rumah. Ini pijatannya mantap banget dilakukan dua orang suster sampai saya jerit-jerit kesakitan dan ASI muncrat kesana-sini. Luka di nipple saya dibersihkan dan bengkaknya mulai berasa enakan. Semula PD terasa berat kayak batu lama-lama agak mendingan. Dan di akhir breastcare saya disuruh untuk menyusui langsung Hadziq. Duh... ada ketakutan dan trauma sendiri. Tapi ternyata berasa plong! Suster bilang sebenarnya enggak usah khawatir, tapi katanya kalau sudah dikasih resep antibiotik baiknya diminum saja. Hmm... jadi galau. Saya tetap cari opini lain dari teman yang dokter dan lain-lain. 

Karena penasaran saya tetap cari nipple cream  yang mengandung 100% lanolin. Ujung-ujungnya pilihan tetap jatuh pada Pigeon. Esoknya, suami tetap tebus obat antibiotik karena teman saya bilang kalau memang sudah infeksi lebih baik dimakan obatnya. Oke deh... semuanya ditebus. Tapi ternyata ada satu obat (lupa namanya) yang lebih baik tidak dimakan ibu menyusui. DUH! Telat baca.. yaudah lah ya udah ditebus, jadinya diminum dan tetap oles bagian yang luka dengan Pigeon cream yang udah dibeli selang-seling dengan salep antibiotik resep dokter.

Alhamdulillah.. beberapa hari kemudian kondisi PD saya semakin membaik. Setelah saya tahu dari teman-teman lainnya yang pernah mengalami mastitis, ternyata bisa sampai dibedah untuk diambil cairan nanahnya. Nah loh.. saya baru sadar, jangan-jangan nanahnya kemakan anak saya. Soalnya pas pumping ada semacam ASI yang menggumpal tapi tetap diminum Hadziq. Yasudah deh ya.. sudah terlewat. Mudah-mudahan enggak apa-apa. 

Total masa sakit sampai sembuh mungkin ada sekitar 2 mingguan lebih. Itu menjadi 2 minggu terlama dan yang paling bikin bete dalam hidup saya deh kayaknya. Tapi alhamdulillah akhirnya sembuh juga, dan saya selalu berada dalam dukungan keluarga, terutama suami yang menyemangati saya untuk sembuh walaupun dompetnya dia bocor karena pengobatan saya😝 Ada hikmahnya juga sih, semula produksi ASI cuma banyak di PD kiri aja, tapi karena PD kiri sakit jadi saya sering menyusui dengan PD kanan. Alhasil sekarang dua-duanya seimbang dan sama-sama banyak menghasilkan ASI alhamdulillah.

Tiap-tiap inget mastitis itu saya jadi merinding terus. Anehnya padahal saya sudah diwanti-wanti teman supaya sebisa mungkin menghindari penyebab mastitis, eh ternyata tetap saja kena. Dasar sudah seharusnya kali ya. 

Karena trauma mastitis saya jadi lebih hati-hati dan jaga-jaga. Selalu menjaga kebersihan PD, dan langsung usahakan untuk mengosongkan PD kalau dirasa sudah penuh, jangan menunggu mengeras takutnya nanti tersumbat, duh!

Dan ingat... jaga diri agar tetap termotivasi untuk sembuh. Ingat, ada anak kita yang menunggu kita untuk sembuh dan menyusuinya. Jangan panik kayak saya, jangan stress, nanti ujung-ujungnya nyesel.. hehehe. 

Semangat ya ibu-ibu! Apalagi ibu-ibu baru kayak saya, harus banyak belajar dan jangan malu bertanya. Kalau ada yang mengalami hal yang sama kayak saya, tenang... kamu enggak sendirian. Insyaallah bisa sembuh asal kita yakin dan kita mau usaha 😗

P.S. 
- Harga antibiotik untuk mastitis ratusan ribu, kalau dikasih banyak ya lumayan juga bikin kantong kering.
- Langsung obati sebelum menjadi tambah parah apalagi kalau sampai harus dioperasi.
- Harga cream dengan lanolan murni cukup mahal juga, tube kecil dari Medela harganya sekitar Rp.60.000-70.000. Sedangkan Mothercare atau Pigeon dengan ukuran lebih besar harganya sekitar Rp.170.000-180.000.
- Lebih baik beli yang ukuran kecil saja, sayang kalau beli yang Pigeon kalau sudah enggak terpakai (pengalaman pribadi*) 

Melahirkan Dia - Belahan Jantung Kami

Akhirnya kita bertemu, Nak 👶

Minggu, 26 Februari 2017

Di pagi yang cerah itu, dengan semangat penuh saya ikut prenatal yoga di Bumi Ambu. Tentunya dengan harapan supaya badan bisa lebih fit dan mungkin bisa mempercepat kepala bayi turun ke panggul. Kebetulan di hari ini yoga ramean di halaman Bumi Ambu, pasti lebih seru. Kirain masih bisa lincah yoga, tapi ternyata stamina saya sudah mulai menurun. Awal yoga di 32 minggu masih kuat dan tahan gerakan ini itu. Eh... di usia kandungan 38 minggu ini ternyata saya udah mulai agak kewalahan. Perut yang lebih membesar dan kaki membengkak bikin saya gampang kesemutan. Dari sebelum sampai sesudah yoga, saya coba terus berpikir positif. Semoga bisa cepet ketemu bayi yang ada di kandungan dalam keadaan sehat tidak kurang suatu apapun. 

Foto dari Teh Okke dikirim lewat Teh Hani 😚

Yoga for lyfe😎

Sesampainya di rumah, saya dikagetkan dengan adanya flek coklat kayak mau haid. Langsung panggil suami dan tanya, "Aa, sini. Ini ada flek. Aku mau lahiran gitu ya?" Dengan polosnya Aa jawab gak tau (yaiyalah 😁). Langsung tanya mamah juga yang ada mamah yang panik. Masih mencoba santai, saya sih seneng banget. Soalnya dari awal trimester kedua selalu ngajak ngobrol bayi buat lahiran di minggu 38 dan pas papapnya ada di Bandung. Semoga aja bisa terwujud. Tapi saya tetep serahkan lagi semuanya sama Allah dan bayi kapan dia mau ketemu kami. 

Kami langsung persiapan tas bayi dan isinya. Pokoknya semua yang ada di birthplan kami siapin. (38 minggu baru masuk-masukin perlengkapan ke tas bayi???? IYA 😅 )

Karena belum ada kontraksi (atau sebenernya ada tapi gak dirasa), jadinya ya jalani hari seperti biasa.

Senin, 27 Februari 2017

Karena ngotot pengen lahiran normal (ada trauma operasi) dan pengen cepet kepala bayi turun ke bawah, pagi-pagi lanjut kerjain tugas dari dokter dan bidan buat jalan cepat 3 jam. Tapi tetep aja balik lagi kayak rutinitas biasa cuma mampu jalan cepat satu jam dengan kecepatan 4 km/jam di komplek rumah. Kontraksi mulai kerasa, tapi ah gak mau ge-er dulu. Takutnya ya kontraksi palsu. Mulai ada dua jam sekali dan sejam sekali. Tapi kadang-kadang ilang. Makin yakin ini cuma braxton hicks jadi ya masih cuek aja. Kata bidan dan teteh, kalau udah sepuluh menit sekali baru mulai siaga. Oke deh.. masih lanjut berkegiatan biasa dan malamnya pun masih bisa masak + makan banyak.

Tapi eh tapi... pas mau tidur mulai kerasa sesuatu yang aneh. Perut sakit, pinggang sakit... makin sering intervalnya. Langsung whatsapp bidan Okke sama Hani di Bumi Ambu tapi belum ada jawaban. Agak was-was tapi masih coba tenang dan tidur seperti biasa. Ternyata gak bisa.. Tidur gak nyenyak karena sakit.

Selasa, 28 Februari 2017

Lewat tengah malam saya kebangun, gak bisa tidur lagi. Langsung cek whatsapp dan ternyata ada balasan dari Teh Okke. Saya disarankan buat cek ke bidan, bisa di bidan terdekat atau di Bumi Ambu. Karena saya pede banget mau lahiran hari ini, jadi sekalian aja ke Bumi Ambu berdua sama Aa sambil bawa perlengkapan ibu dan bayi.

Kira-kira jam 2.30 dini hari saya dicek sama teteh-teteh bidan di sana. Tekanan darah bagus, detak jantung bayi bagus, dan cek bukaan. Dicek pembukaan itu rasanya.... ANEH. Pengen kejet-kejet karena sakit tapi ditahan aja. Teh Okke juga ngeceknya pelan-pelan dan minta maaf dulu 😄. Pas tahu pembukaannya ternyata udah pembukaan 2... antara seneng dan sedih sih. Seneng karena udah ada bukaan (padahal waktu kontrol 4 hari yang lalu kata dokter masih lama lahirannya), sedih karena udah sakit sana sakit sini dan lendir mulai keluar tapi ternyata masih bukaan 2. Teteh-teteh bidan nyuruh saya tidur dulu buat istirahat meskipun susah. Alhasil mata tetep merem melek menikmati gelombang cinta dari si bayi.

Jam 8 pagi dicek bukaan lagi, alhamdulillah udah bukaan 3. Nah di sini yang paling deg-degan, Takut kontraksinya ilang dan disuruh pulang lagi kayak ibu-ibu di kamar sebelah. Eh ternyata siangnya dicek sekitar jam 1 siang udah bukaan 4. Seneng luar biasa, kata teh Okke kalau lancar mudah-mudahan bisa lahiran sebelum jam 9 malam. Mamah sama Bapa nengokin juga ke Bumi Ambu, tapi karena belum ada tanda-tanda jadinya Bapa pulang lagi. 

Nyobain keluar kamar buat jalan bentar biar gak bosen

Teteh-teteh bidan juga tetep nyuruh saya buat jalan-jalan biar gak bosen. Tapi karena kontraksinya luar biasa, alhasil saya ditemenin Aa cuma bisa jalan di deket Bumi Ambu aja. Itu juga cuma sebentar karena udah ada tanda-tanda langit gelap dan mau hujan. Habis itu ya diem di kamar aja sambil nonton tv dan live instagram pertama kalinya. Lumayan menghibur karena banyak yang nonton, tapi mendadak udahan karena kontraksi dahsyat datang dan kebetulan mau dicek detak jantung dan tensi. 

Jam 8 malam mulai cek bukaan lagi, dengan percaya diri yang tinggi yakin banget ini bukaan udah naik banyak karena kontraksi udah sering banget kayak gak ada jeda. Eh ternyata masih bukaan 4 ke 5. Kecewa berat.. pengen nangis rasanya. Tapi Aa tetep semangatin biar saya gak nyerah dan terus berpikir positif, "Sebentar lagi ketemu sama si kakak..". Cuma itu yang bisa mengalihkan rasa sakit yang saya rasain. Bayangkan aja, udah hampir 24 jam nahan kontraksi sampe lemes gak bisa tidur. Boro-boro mau tidur, makan aja ogah.. padahal udah persiapan makanan banyak. Tapi mendadak gak menarik. Mamah dan Bapa bulak-balik datang nengokin juga akhirnya dicuekin, karena pada saat itu cuma pengen ditemani Aa aja 😕

Lagi kontraksi sih ini 😜

Yang selalu nemenin dari awal kontraksi 💕

Mulai dari tiduran, duduk di kasur, duduk di kursi, duduk di gymball, bolak-balik kamar mandi, tapi gak ada yang lebih mendingan buat nahan kontraksi selain berdiri sambil dipeluk suami. Somehow bikin tenang dan lebih rileks walaupun otot perut ke bawah mengeras semua. Padahal bawa kamera dua, pengennya ngerekam semua persiapan lahiran. Tapi mana bisa. Aa sukses disabotase buat dipegang erat-erat dan siaga total. Sampai kasian keliatan banget lemesnya karena ikut-ikutan kurang tidur 😢. Saya sempet juga dipijit oksitosin sama Kak Dani.. lumayan bikin rileks walaupun masih kerasa banget sakitnya. Saya udah hampir nyerah, tapi kalau inget perjuangan buat bisa sampai di titik ini tuh bikin saya punya harapan lagi. Langsung deh nemuin mamah yang rela nungguin di luar kamar dan minta maaf diiringi air mata. Yang kebayang saat itu cuma satu, rasa sakit ini mungkin Allah kasih biar saya sadar dosa saya sama mamah banyak banget padahal mamah dulu perjuangan juga buat melahirkan saya 😭 Yang saya minta saat itu ke mamah supaya mamah maafin dan doain saya biar bisa lahiran dengan lancar.

Rabu, 1 Maret 2017

Jam 2 dini hari saya dicek lagi ternyata masih bukaan 5 ke 6. Ya Tuhan.. ternyata lama banget naik bukaannya. Habis beres observasi, Teh Okke ngajak saya sama Aa buat diskusi. Ternyata dari hasil observasi, grafik pembukaan saya udah melewati batas lahiran yang dianjurkan di Bumi Ambu. Saat itu saya dan Aa cuma bisa nurut saran dari Teh Okke buat ke rumah sakit dan lanjut proses lahiran di sana. Sedih sih.. saya pikir bisa jodoh lahiran di Bumi Ambu, udah seneng banget bisa ketemu bidan-bidan cantik yang baik banget. Tapi karena kontraksi terus menerus dan bukaannya lambat, mau gimana lagi.. takut ada apa-apa, harus rela pisah sama Teh Okke, Teh Hani, Kak Dani dan Teh Rista setelah menginap 24 jam di Bumi Ambu. Akhirnya Plan B pun dijalankan, saya berangkat menuju RS Al Islam. Untungnya Bapa mertua nungguin juga, jadi masih bisa nemenin saya bareng Aa, mamah, dan Kak Dani.

Sesampainya di RS Al Islam jam 4.30, saya dibawa ke UGD. Kak Dani dan Aa langsung urus pendaftaran. Cek sama bidan udah pembukaan 6. Mules semakin luar biasa pemirsa... apalagi cek bukaan sama bidan di rumah sakit berasa banget sakitnya, kayak gak ada pelan-pelannya gitu 😥. Mamah dan Aa tetep nemenin di rumah sakit, Bapa mertua pamit karena ada acara di Jakarta dan Kak Dani pamit ke Bumi Ambu lagi. 

Mulai cemas, pasrah.

Dari ruang UGD saya dipindah ke ruang bersalin dan mulai dipasang infus. Kirain mau lahiran bentar lagi tapi ternyata masih harus nunggu. Saya bener-bener gak bisa bedain mana sakit perut kontraksi mau lahiran dan mau BAB, rasanya campur aduk! Mana belum BAB dari kemarin, jadi berasa ngeganjel banget. Mau dikeluarin juga jadi takut tiba-tiba ngeden dan melahirkan di toilet. Udah bulak-balik kamar mandi tapi gak ada progres apa-apa. Perasaan makin gak karuan, kapan saya bakalan melahirkan? Kirain bakalan kayak di film-film. Mules-pecah ketuban-keluar darah-selesai. Ternyata gak seperti itu. Tiap orang juga beda-beda prosesnya. Ada yang pembukaannya cepet, ada yang kontraksinya lama, ada yang rembes atau pecah ketuban dulu dan ada yang enggak, dan lain-lain. Tapi yang pasti perasaan mulai cemas dan pasrah itu masih ditutupi semangat dan dukungan dari suami yang selalu ada di sisi. "Kamu kuat, kamu pasti bisa. Bentar lagi sayang..." itu yang tetep bikin sadar. 

Jam 6 pagi saya dicek lagi udah pembukaan 7. Habis itu dipasang CTG buat cek grafik detak jantung janin dan gerakan janinnya. Beres dipasang CTG saya sama Aa diem di ruang bersalin berduaan sambil ngerasain kontraksi yang gak selesai-selesai. Dikasih sarapan pun gak nafsu dan ujung-ujungnya saya minta Aa yang abisin. Saya cuma bisa terus motivasi diri saya sendiri kalau bentar lagi bayi yang ditunggu-tunggu bakalan hadir.

Karena biasanya saya cek sama dokter Delle, jadi pengennya saya lahiran sama beliau. Dokter Delle sempet datang dan cek kondisi saya. Akhirnya setelah CTG dan dicek dokter, saya mulai dikasih induksi 1 kali dan pelunak rahim 2 kali di selang infus. Kesan saya saat itu... Oh induksi disuntik gini doang. Kirain dianeh-anehin.. eh ternyata saudara-saudara... efek kontraksi dari induksi itu luar biasa maha dahsyat! Gak pake induksi aja udah pengen nangis tiap kontraksi, apalagi ini.  

Jam 9 udah mulai pembukaan 8 dan jam 10 udah mulai pembukaan 9. Nah, ini dia yang nyebelin... bagian dicek pembukaannya dirojok-rojok banget 😅. Di pembukaan 8 ternyata keliatan ketubannya masih bagus, bening dan banyak jadi dokter bilang biarin ketubannya pecah alami aja. Tapi di pembukaan 9, ketubannya kayaknya kepecahin sama bidan pas lagi cek. Rasanya kayak pipis mendadak dan luber kemana-mana. Suami sempet liat ketubannya, kayak balon katanya. Tapi untung gak kenapa-kenapa.

Akhirnya Dia Datang

Rasa sakit yang sebelum-sebelumnya itu ternyata gak ada apa-apanya dibandingkan yang terakhir ini. Saya udah mulai berisik dan pengen ngeden. Dua kali pengen ngeden masih bisa ditahan dengan tarikan nafas pendek-pendek kayak kepedesan. Aa sebagai suami yang kala itu menemani jadi ikut-ikutan juga atur nafas. Nah pas pengen ngeden yang ketiga kalinya datang... udah bener-bener gak bisa ditahan. Udah gak peduli lagi mau lahiran sama bidan atau dokter. Dokter masih praktek di ruangannya, sementara saya ditemenin suami dan beberapa bidan. Bidan udah ngasih tau kalau mau ngeden, dicoba ngeden aja. Awalnya saya masih ragu, tapi sedetik kemudian gak pake pikir panjang saya langsung coba ngeden. Mendadak latihan nafas buat ngeden pas senam hamil, pilates atau yoga lupa semua. Diingetin lagi sama bidan dan dibantu dukungan juga dari Aa. Kata Aa, pas kepala udah keliatan, akhirnya dokter datang dan masih sempet ngajak berdoa. Dengan tarikan nafas dan ngeden luar biasa.. saya cuma fokus sama perasaan pengen BAB yang sungguh keras dan paling menyakitkan selama saya hidup. Tapi akhirnya semua itu terbayar ketika dokter dan bidan semua bilang hamdallah...




Alhamdulillah, di hari itu pukul 11.12 siang, saya ditemani Aa berjuang sekuat tenaga untuk bertemu dia. Bayi laki-laki lucu yang terlahir dengan kondisi badan yang sehat tidak kurang suatu apapun, dengan berat badan 3,3 kg dan panjang 48 cm.

Bersama dr. Delle, Sp.OG. Terima kasih bu dok 😊
Tangisannya langsung pecah dan saat itu tidak ada perasaan yang lebih indah dari melihat, mendengar dan mendekap langsung buah hati yang dijaga selama 9 bulan di kandungan. Saat dia ada di dalam dekapan, mendadak saya langsung lupa rasanya kontraksi dan rasa saat dokter menjahit saya. Perjuangan bersamanya membuka lembaran baru lagi untuk diisi bersama-sama dengan kebahagiaan. Saya dan Aa masih harus banyak belajar untuk merawat, menjaga, dan mendidik titipan ini. 

Ini baru awal dari proses panjang yang akan kami hadapi. Semua orang memiliki proses dan carayang berbeda-beda untuk menjalaninya.  

Semoga segala doa dan kebaikan bisa terkabul untuknya...
Semoga dunia dan isinya baik padanya...
Semoga kami bisa menjadi orangtua terbaik bagi dirinya...

Kiss,
P



Bakso Penawar Rindu

Setelah badan agak tumbang karena semalam adrenalin diobok-obok berbagai permainan di Royal Geelong Show, akhirnya saya mencoba kembali ke kehidupan yang wajar. Eh, meskipun wajar tapi tetap spesial tentunya. Melanjutkan niatan saya buat latihan menari seperti minggu yang lalu, akhirnya hari ini saya juga latihan lagi :D dengan semangat 45, saya meluncur dari Leopold menuju Highton!

Seperti minggu kemarin, saya berangkat dari rumah sampai pusat kota. Nah, dari situ saya janjian ketemu dengan Kak Neza lagi buat berangkat bareng sampai Highton. Meskipun cuaca panas dan angin kuat menerpa, akhirnya sampai juga kita di sanggar *makasih Kak Neza*.

Latihan hari ini cukup menguras tenaga karena selain latihan jaipong samba, saya juga belajar tarian lain yang memerlukan ekspresi muka yang total dan tenaga ekstra xD di dalam tariannya ada unsur Bali dan Boliwood, jadinya Baliwood. Gara-gara latihan tarian ini eh jati diri saya keluar, soalnya tariannya enerjik dan lucu. Meskipun tenaga terkuras, tapi ternyata enggak terkuras-terkuras banget kok, soalnya masih ada sisa tenaga buat makan bakso. Beres makan bakso ternyata tenaga saya pulih kembali xD

Bakso campur dari Mbak Rini
Gimana tenaga saya enggak pulih.. rencana makan bakso yang idam-idamkan sejak lama akhirnya terwujud juga hari ini. Apalagi ada sambel baksonya plus kecap manis.. nyammm banget pokoknya! Berhasil sedikit menambal rindu pada tanah air :') padahal saya udah terima kalau saya baru bisa makan bakso pas nanti ke Melbourne. Eh, ternyata rejeki enggak kemana dan datang lebih cepat. Makasih banyak Mbak Rini!

Karena baksonya homemade, jadi campuran di mangkok bisa kita pilih sendiri. Bakso kecil, mie, kuah, caisim alias sosin, tauge, tahu, sedikit brokoli dan potongan ayam jadi pelengkap. Duh, bener-bener jadi penawar rindu!

Selesai makan bakso akhirnya tiba juga waktu SMP (Sudah Makan, Pulang). Karena bis terakhir saya di hari ini udah lewat, jadi Mbak Santi menawarkan untuk antar saya sampai rumah. Padahal rumah Mbak Santi di dekat pusat kota, tapi harus muter dulu ke Leopold :') maaf merepotkan ya Mbak. Makasih banyak :)

Meskipun sederhana, tapi alhamdulillah hari ini bisa dilalui dengan membahagiakan. Sayang saya baru bertemu dengan sanggar Widya Luvtari sekarang-sekarang :( coba aja kalau dari dulu awal datang ke Aussie. Tapi enggak apa-apa, udah takdirnya. Semoga bisa jadi pengalaman yang berkesan sebagai oleh-oleh pulang nanti :)

Kiss,
-P

Instagram Snaps

www.piazakiyah.com. Powered by Blogger.